Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi bekerja sama dengan FAO EU FLEGT Programme mengadakan Lokakarya Sosialisasasi (Inception meeting) “Meningkatkan Tata Kelola Hutan Melalui Pemantauan SVLK oleh Masyarakat Lokal/Adat pada 4 Provinsi di Indonesia”. (14/09)
Acara yang dilaksanakan di Yogyakarta ini adalah salah satu upaya penguatan SVLK melalui peran pemantauan independen terhadap pemegang izin industri kehutanan.
Kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan salah satu inisiatif yang digagas dan dirumuskan oleh parapihak dengan tujuan untuk memastikan bahwa kayu yang dipanen, diolah, dan dipasarkan dapat diverifikasi dalam rangka menjamin sumber yang legal dan lestari. Saat ini implementasi SVLK diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 30 tahun 2016 dan Perdirjen Nomor 14 jo Perdirjen 15 Tahun 2016. Dalam peraturan tersebut juga diatur terkait peran organisasi masyarakat sipil Indonesia, komunitas dan individu dapat bertindak sebagai pemantau independen.
Hadir dalam acara ini beberapa narasumber dari para pemangku kepentingan seperti Direktorat Penegakan Hukum (GAKUM) KLHK, Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) dan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK).
Hendy Saputra, narasumber dari TRIC Indonesia yang memaparkan tentang peran dan fungsi lembaga sertifikasi sebagai Lembaga Sertifikasi Legalitas Kayu (LVLK) menjelaskan apa saja tantangan yang dihadapi dan bagaimana kredibilitas sebagai lembaga sertifikasi tetap dijaga melalui tahapan proses mulai dari publikasi audit, analisis data, verifikasi dokumen, proses monitoring hingga prosedur keluhan.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi adalah organisasi independen dan non profit yang terlibat aktif bersama para pihak lainnya dalam membangun inisiatif atas SVLK dan melakukan kegiatan pemantauan baik di tingkat konsesi maupun di industri kayu di Indonesia sejak tahun 2011.
Saat ini, PPLH Mangkubumi bekerja sama dengan FAO EU FLEGT Programme menjalankan program penguatan SVLK melalui pemantauan terhadap pemegang izin industri kehutanan oleh masyarakat adat/lokal di Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Jawa Timur. (Red)