Dalam rangka pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan melaksanakan Rakor Teknis (Rakornis) optimalisasi penggunaan kayu olahan legal untuk bahan baku bangunan atau kayu konstruksi pada pasar domestik di Kalimantan Timur (Kaltim).
“Regulasi penggunaan kayu olahan pada pasar domestik perlu terus didorong, salah satu kunci terwujudnya pengelolaan hutan lestari adalah pengendalian pemanfaatan hasil hutan kayu dan menjaga hilangnya sumber pendapatan negara (PNBP), mengingat kayu olahan merupakan komponen utama dalam proyek konstruksi, baik sebagai direct material maupun sebagai bahan penolong dalam proses konstruksi bangunan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Deputi (Asdep) Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Kemenko Marves, Zainuddin Semma, dalam membuka rakornis, Balikpapan, Kaltim, Senin (18/10/2021).
Untuk diketahui bahwa kayu olahan merupakan produk utama dari industri primer hasil hutan kayu skala produksi kurang dari 6.000 m3 per tahun. Perizinan jenis industri ini oleh Kementerian LHK mendelegasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi, untuk itu salah satu daerah yang dijadikan pilot project adalah Kaltim ini.
Atas peran dan kerja keras semua pihak baik Kementerian LHK, pemerintah daerah, serta pelaku usaha, lanjut Plt Asdep Zainudin, telah merubah image pengelolaan hutan Indonesia yang buruk di pasar internasional menjadi pengelolaan hutan yang baik nah sekarang kita fokus untuk pasar domestik, di samping itu hutan merupakan asset dan sumber PNBP (PSDH dan DR).
Oleh sebab itu, dalam pertemuan kali ini, Asdep Zainuddin berharap dapat mendorong terbitnya kebijakan setiap daerah tentang penggunaan kayu olahan, mengingat jenis kayu ’unggulan’ setiap daerah berbeda.
“Adapun olahan kayu tersebut di pasar domestik dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat dan untuk bahan bangunan proyek pemerintah. Pernah ada pemerintah daerah yang mengusulkan untuk memasukkan kayu olahan tersebut sebagai produk hijau seperti produk kertas ekolabel, stationary ekolabel, dan furniture produk kayu yang ber-SVLK tentunya dengan catatan ada jaminan ketersediaan dalam hal jumlah, spasifikasi, jenis. Sebagaimana Surat Edaran LKPP Nomor 16/2020 tentang Penetapan Produk Hijau Untuk Dapat Digunakan Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Yang Berkelanjutan” jelasnya.
“Pengaturan penggunaan kayu olahan tersebut sebagai produk hijau dalam pengadaan barang dan jasa sangat berbeda dengan komoditas lainnya, karena harus jelas sumbernya yang legal,” tambahnya.
Dan dalam pertemuan ini sudah ditetapkan 2 poin, yakni 1) diatur dalam bentuk peraturan daerah (perda) dan 2) berlaku untuk semua jenis, tidak perlu dibedakan menurut jenis ataupun kelompok jenis kayu.
“Hasil rakornis ini nanti kami laporkan ke pimpinan untuk mendapatkan arahan tindaklanjutnya, harapan kami ada arahan untuk mempercepat keluarnya regulasi di setiap daerah,” pungkasnya.
Dalam pertemuan ini hadir juga Kepala Seksi (Kasi) Dinas Kehutanan Kaltim Syariful Ahyar serta Kasi Wilayah 2 Samarinda Annurahim yang mengungkapkan setuju dengan hasil dari rakornis. Mereka berharap agar kiranya kebijakan tersebut dapat diaplikasikan secepat dan semaksimal mungkin. Selain keduanya, hadir juga perwakilan dari KLHK, perwakilan AKPINDO, perwakilan ISWA, BPHP serta Kementerian/ Lembaga lainnya.
Sumber : Siaran Pers Kemenkomarves