Pemantau independen ungkap masih maraknya peredaran kayu ilegal di Indonesia meski negara sudah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Hal ini terungkap pada FGD virtual yang digelar PPLH Mangkubumi pada Senin 12 April 2021. Tema FGD virtual ini adalah “Perbaikan tata kelola kehutanan melalui pemantauan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Indonesia (SVLK) oleh masyarakat adat/lokal di empat Provinsi di Indonesia”.
Para pemantau independen juga menemukan sejumlah isu penting dalam pemantauan SVLK antara lain: (1) Jumlah Pemantau dan Penegak Hukum tidak sebanding dengan jumlah unit usaha kehutanan yang dipantau; (2) Terbatasannya basis kepentingan dari subyek pemantau, keterbatasan sumber daya, serta terbatasnya akses pemantau terhadap data dan informasi; (3) Pemantauan parsial dalam wilayah, waktu, dan simpul mutasi kayu.
Direktur PPLH Mangkubumi, Muhammad Ichwan mengatakan, ketiga tantangan ini kemudian direspons pihaknya dengan menerapkan pemantauan SVLK berbasis masyarakat adat/lokal dengan pendekatan hulu hilir di empat provinsi yaitu Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, dan Jawa Timur.
“Dengan dukungan dari FAO EU FLEGT Programme, PPLH Mangkubumi melaksanakan proyek pemantauan SVLK ini selama 15 bulan sejak Juni 2020 hingga Agustus 2021,”jelas Ichwan.
Adapun kegiatan yang dilakukan sejauh ini antara lain peningkatan kapasitas masyarakat adat dalam pemantauan SVLK, pemantauan berbasis masyarakat adat dari hulu ke hilir dan mendorong komunikasi multi pihak dalam pemantauan SVLK.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat adat/lokal dan PPLH Mangkubumi di empat provinsi yaitu Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, dan Jawa Timur, ada beberapa isu krusial yang menjadi temuan antara lain:
1. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dalam Tata Usaha Kayu (TUK)
Di hulu, pemegang konsesi dan industri primer, secara sendiri-sendiri maupun bersama, melakukan praktek pembalakan liar di luar Rencana Kerja Tahunan (RKT) perusahaan dan atau di luar konsesi.
Dua ilegalitas (kayu dan dokumen) ‘disulap’ menjadi legal dan tersertifikasi Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK).
Adapun cara-cara yang dilakukan antara lain: (i) Manipulasi catatan mutasi kayu—dari dan kemana kayu berasal, memalsukan dokumen kayu untuk mengelabuhi praktek pembalakan liar baik di luar RKT maupun di luar konsesi; (ii) Memanfaatkan perusahaan satu holding untuk mengkreasikan dokumen kayu—dokumen bergerak, kayu tidak. Ini sebagai modus untuk mengantisipasi celah dalam ketentuan SVLK yang hanya merunut kayu satu langkah ke belakang; (iii) Untuk efektivitas dan efisiensi, pelaku usaha kehutanan melakukan kegiatan di luar izin misalnya pengolahan kayu oleh pemegang konsesi atau pelaku industri primer tetapi di dalam areal konsesi.
Di hilir, Surabaya dan Gresik adalah penerima kayu ilegal dari berbagai daerah di luar Jawa seperti Papua, Maluku, dan Kalimantan. Penindakan hukum kebanyakan dilakukan di pelabuhan kedatangan, jarang pada pelabuhan keberangkatan.
Selain itu, pembeli kayu dengan transaksi legal sulit dijerat hukum layaknya supplyer yang melakukan pembalakan liar.
2. Konsesi rakyat: Dalih legalitas dan legitimasi praktek pembalakan liar
Konsesi rakyat seperti Pemilik Hak Atas Tanah (PHAT) atau hutan rakyat atau hutan adat dan rezime Perhutanan Sosial yang lain, acapkali dimanfaatkan oleh pelaku pembalak liar dan pemalsu dokumen untuk membuat dokumen kayu dari rakyat secara legalitas. Dan secara legitimasi menggunakan ‘atas nama’ masyarakat dengan melibatkannya sebagai tenaga kerja pembalakan liar.
Sehingga sering kali obyek dikenakan pada pelaku tindak pidana langsung— dampak dari pendekatan hukum pidana, dan jarang menyentuh aktor dibalik, pemilik modal, dan oknum aparat penjamin.
3. SVLK berdiri di pilar TUK yang keropos
Pemautau Independen menemukan SVLK dengan riwayat tujuan penguatan tata usaha kayu melalui penilaian independen, justru sebagian menghasilkan yang sebaliknya.
SVLK sebagai sistem verifikasi independen tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri dan dibebani tumpukan praktek buruk tata usaha kayu. Justru fokus utama dalam hal ini seharusnya memperbaiki pilar tata usaha kayu itu sendiri oleh perangkat negara yang telah ada. Agar SVLK tidak berdiri pada tata usaha kayu yang keropos karena manipulatif.
Dampak SVLK dan tantangan
Sejauh ini para pemantau independen menilai bahwa SVLK memiliki dampak positif antara lain meningkatnya kepatuhan pemegang izin dan pemegang sertifikat terhadap peraturan tentang tata kelola kayu, kepatuhan terhadap K3, kepatuhan terhadap aspek lingkungan.
Selain itu, beberapa perusahaan yang dipantau saat ini berhati-hati dalam membeli kayu dengan memeriksa legalitas kayu atau legalitas dokumen legalitas kayu. Dengan menerapkan SVLK, perusahaan terhalang dan tidak lagi melakukan aktivitas ilegal karena aktivitas ilegal berdampak pada kelangsungan bisnis mereka.
Adapun rintangan yang kami hadapi dalam melakukan pemantauan antara lain: Kebijakan pembatasan kegiatan karena pandemi Covid-19 mempengaruhi akselerasi pemantauan lapangan, kemampuan dalam menyusun laporan pemantauan oleh masyarakat adat/lokal masih perlu ditingkatkan lagi.
Di samping itu, masih ditemukan adanya intimidasi terhadap pemantau masih terjadi.
Artikel ini telah ditayangkan di https://klikhijau.com
Pemantau Independen Ungkap Isu Krusial dalam Peredaran Kayu di Indonesia