Kawasan Hutan Negara di Provinsi Lampung seluas 1.004.735 Ha (SK. Menhutbun No. 256/Kpts-II/2000) dan 85% dari kawasan hutan tersebut sudah terdapat aktivitas manusia. Perambahan kawasan hutan dan aktivitas pembalakan liar merupakan beberapa faktor penyumbang deforestasi hutan di Provinsi Lampung. Untuk mengurangi kegiatan pembalakan liar dan memastikan peredaran hasil hutan kayu legal, maka Pemerintah Indonesia menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Dengan diterapkannya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), Pemerintah Indonesia bermaksud memberikan kepastian dan menghapus keraguan bagi pasar global terhadap legalitas kayu Indonesia yang diperdagangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam pelaksanannya, masih banyak ditemukan kendala dalam mengadopsi sistem tersebut.
Berkaca pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 jo. P.42/Menhut-II.2013 Sertifikasi SVLK merupakan kewajiban bagi semua unit manajemen hutan serta pelaku usaha di sektor usaha perkayuan, termasuk hutan hak/hutan rakyat. Dari pemaparan Bapak Dr. Dede Rohadi dalam acara Talk Show “Penguatan Perhutanan Sosial : Menghubungkan Hasil Riset dengan Kebijakan, Petani dan Pasar” pada hari Rabu (07/04), bahwa 29 dari 134 industri kayu dan 15 KTH di Provinsi Lampung telah memperoleh sertifikat V-LK.
Dalam kegiatan penelitian Enhancing Community-Based Commercial Forestry in Indonesia (2016 — 2021), yang merupakan kegiatan kerjasama Badan Litbang dan Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI-KLHK) dengan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) dilakukan di 7 (tujuh) unit manajemen hutan dengan jenis usaha bervariasi, mulai dari Kelompok Tani, Industri Penggergajian kayu skala kecil, hingga Industri Perkayuan.
Dari 7 perusahaan tersebut, beberapa Sertifikat V-LK memiliki status dibekukan. Pembekuan sertifikat V-LK bisa disebabkan karena pemegang Sertifikat tidak melakukan kegiatan penilikan (audit survaillance) sesuai tata waktu yang ditetapkan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK). Pembekuan hingga pencabutan Sertifikat V-LK, masih banyak terjadi bagi pelaku usaha di sektor perkayuan skala kecil maupun Hutan Rakyat, dengan alasan biaya sertifikasi dan pemeliharaan mahal. Hal tersebut disampaikan juga oleh Bapak Dr. Dede Rohadi, terkait pembelajaran tentang Alasan Adopsi yang lambat/rendah atas SVLK oleh kelompok tani dan usaha kecil.
Selain itu, dalam hal mengurangi beban biaya sertifikasi, Pemerintah telah berupaya dengan cara sertifikasi berkelompok untuk sektor perkayuan skala kecil untuk perdagangan dalam negeri. Tetapi hal ini membutuhkan aksi kolektif yang intensif antar anggota kelompok yang menyebabkan tingginya biaya transaksi yang masih memberatkan pelaku usaha. Selain alasan biaya, pelaku usaha kecil ataupun pemilik hutan hak/hutan rakyat yang sudah memiliki sertifikat S-LK tidak dapat merasakan manfaat ekonomi yang diterima, karena tidak terkait langsung dengan kegiatan ekspor.
Sedangkan tanpa memegang Sertifikat V-LK pun, pelaku usaha kecil dengan bahan baku kayu rakyat hingga saat ini masih dapat memperdagangkan produk hasil olahan kayu mereka di pasar dalam negeri. Apalagi, dalam pemungutan kayu rakyat pada hutan hak/hutan rakyat masih dapat dilakukan hanya dengan disertai Dokumen Keterangan Pemasok (DKP). Seperti yang disebutkan dalam P. 1/VI-BPPHH/2015 tentang Penjelasan Ketentuan Tambahan Dalam Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), bahwa pemerintah memberikan kemudahan bagi pelaku usaha yang menggunakan bahan baku dari hutan hak, yaitu pemilik hutan hak wajib memperoleh S-LK atau dapat menerbitkan DKP atas kayu hasil budidaya. Dan ditegaskan dalam PermenLHK No. P.48 /MENLHK/ SETJEN/KUM.1/2017 yang menjelaskan tentang Pengangkutan Hasil Kayu Budidaya Yang Berasal dari Hutan Hak, bahwa Nota Angkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak diterbitkan oleh pemilik hutan hak dan berlaku sebagai DKP.
Walaupun manfaat ekonomi belum bisa langsung dirasakan oleh pelaku usaha, ada beberapa manfaat yang dapat dirasakan dari sertifikasi V-LK, yaitu aspek sosial. Dengan ikut andil dalam program sertifikasi SVLK, pelaku usaha akan lebih cepat mendapatkan pengetahuan terkait program program SVLK, seperti pembiayaan atau donor dana Sertifikasi dari pemerintah, jejaring bisnis, serta perbaikan manajemen produksi (perbaikan sistem administrasi bahan baku kayu).
Kontributor Penulis :
Anni Amrina Mudmainnah
Penyuluh Kehutanan Provinsi Lampung