Indonesia Genjot Ekspor Produk Kayu Lapis ke Jepang
Agrofarm.co.id-Pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini telah memukul perdagangan dan perekonomian hampir di semua Negara, tidak terkecuali Japang dan Indonesia. Peningkatan ekspor sektor usaha kehutanan tentunya akan berperan penting dalam pemulihan ekonomi nasional pasca COVID-19, dan untuk itu KBRI Tokyo siap bermitra untuk mendukung peningkatan ekspor produk kayu olahan Indonesia khususnya plywood ke Jepang melalui peningkatan teknologi dan diversifikasi produk.
Hal itu diungkapkan Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Tokyo, Tri Purnajaya pada pidato sambutan pembukaan diskusi Indonesia Japan Virtual Forum On Wood Products Meet The Demand and Supply of Plywood Products pada hari Kamis, (10/9/2020).
Pertemuan yang diselenggarakan oleh KBRI Tokyo bekerjasama dengan Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) dengan keynote speaker Ketua FKMPI yang juga sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo, dengan narasumber Handjaja dari Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), Makoto Daimon dari Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang, Riva Rovani, Atase Kehutanan KBRI Tokyo, Kiyotaka Okada, Direktur Eksekutif Asosiasi Importir kayu Jepang (JLIA) dan Taiji Fujisaki dari Institute for Global Environmental Strategies (IGES).
Kuasa Usaha a.i. Tri Purnajaya menyampaikan bahwa total ekspor komoditas kehutanan Indonesia ke Jepang pada tahun 2019 mencapai US$ 1,55 Miliar dimana Indonesia termasuk 5 besar pemasok kayu terbesar ke Jepang, khususnya untuk HS 44 (komoditas kayu dan olahan kayu) dengan market share 8,21 %. “Kebutuhan akan kayu lapis yang tinggi di Jepang telah menjadikan Jepang sebagai mitra strategis Indonesia di bidang kehutanan,” ujarnya.
Namun demikian, pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini tidak dapat dipungkiri telah memukul perdagangan dunia dan menghadirkan tantangan tersendiri. Tercatat, impor komoditas kayu dan olahannya dari Indonesia ke Jepang per Semester I 2020 mengalami penurunan sebesar -4,34% atau mencapai US$ 20,38 Juta.
“Penurunan nilai perdagangan kayu ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja, namun juga oleh negara pengekspor kayu lainnya seperti RRT, Kanada, Filipina dan juga Malaysia,” ungkap Tri.
Akan tetapi, Tri Purnajaya tetap optimis seiring demand di Jepang yang masih tinggi untuk produk kayu dan olahannya, nilai perdagangan kayu Indonesia dan Jepang dapat meningkat lagi ke depannya.
“Masih terdapat sejumlah produk plywood yang meningkat permintaannya di Jepang, selain itu juga produk-produk kehutanan Indonesia lainnya pun berpeluang sangat besar masuk ke pasar Jepang seperti furniture, kertas dan kertas karton serta pulp dari kayu,” imbuhnya.
Mendukung pernyataan Kuasa Usaha a.i. KBRI Tokyo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI), Indroyono Soesilo menyampaikan bahwa akibat pandemi covid19, ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang mengalami penurunan.
“Ekspor produk kehutanan kita ke Jepang periode Januari Agustus 2020 sebesar US$ 785 Juta, artinya terjadi penurunan sebesar -11 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 882 Juta,” ungkap Indroyono.
Lebih lanjut Indroyono menegaskan bahwa sebetulnya ekspor kita ke Jepang sudah hampir rebound pada bulan April yang lalu dimana penurunan ekspor kita sudah tinggal -1%, namun bulan Mei kembali menurun, dan Juli ke Agustus menurun tajam.
Makoto Daimon dari Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang menyatakan bahwa ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang masih terbuka dengan penerapan UU Perkayuan Jepang yang dikenal dengan Clean Wood Act.
Namun, hal ini tidak menjadi masalah bagi produk-produk kehutanan Indonesia yang sudah menerapkan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang juga sudah diakui oleh Uni Eropa sebagai FLEGT.
Handjaja dari APKINDO menyampaikan bahwa Indonesia adalah eksportir kayu lapis nomor dua terbesar di Dunia setelah Tiongkok, dengan nilai ekspor kayu lapis keseluruh Dunia mencapai US$ 1.7 Miliar di tahun 2019, dimana devisa US$ 635 Juta diperoleh dari ekspor ke Jepang. Di Jepang sendiri, produk kayu lapis Indonesia harus bersaing dengan Produk impor yang datang dari Tiongkok, Malaysia dan Filipina.
“Plywood kita mendapatkan tempat khusus di pasar Jepang, mengingat plywood kita memenuhi kualitas yang dipersyaratkan (JAS Factory), selain itu juga plywood kita mempunyai nilai lebih karena memiliki sertifikat legalitas kayu (SVLK) dimana bahan bakunya berasal dari hutan yang dikelola secara lestari,” ujar Handjaya.
Menurut Kiyotaka Okada, Direktur Eksekutif Asosiasi Importir kayu Jepang (JLIA) ada peluang Indonesia disini mengingat ekspor kayu lapis dari Malaysia dan Filipina ke Jepang cenderung menurun karena negara-negara tadi kesulitan bahan baku.
Dalam hal ini, para pengusaha kayu lapis Indonesia mengharapkan kiranya kebijakan impor mesin tidak baru untuk industri kayu lapis, yang tengah disiapkan Pemerintah, dapat segera terbit sehingga dapat membalikan ekspor produk kayu lapis Indonesia kearah yang positif.
Atase Kehutanan KBRI Tokyo Riva Rovani menyebutkan terdapat potensi besar untuk meningkatkan lagi nilai ekspor kayu lapis ke Jepang, namun diperlukan strategi lebih lanjut. Dalam jangka panjang, terdapat sejumlah produk plywood tertentu yang permintaannya semakin meningkat di Jepang, seperti kayu lapis tipis, ukuran tebal 2.4 mm, yang dikenal sebagai kayu lapis Usumono.
Selain itu, terdapat potensi ekspor untuk produk non-plywood yaitu serpih kayu, parquet flooring dari kayu dan arang kayu yang sangat dibutuhkan oleh konsumen Jepang saat ini. “Oleh karena itu, industri kehutanan di Indonesia perlu segera melakukan diversifikasi produk kayunya,” kata Riva. Bantolo