Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) penting dalam mengubah wajah produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kancah global. Pasalnya, SNI menjadi representasi mutu produk dalam negeri yang dipersyaratkan dalam perdagangan internasional.
Apalagi ekspor UMKM saat ini hanya berkisar 14,37 persen atau berada jauh di bawah negara anggota Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Padahal UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional, lantaran 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bersumber dari UMKM.
Rendahnya kontribusi UMKM terhadap ekspor tersebut tak jauh dari persoalan klasik yakni pangsa pasar luar negeri dan mutu produk itu sendiri. Karenanya, pemerintah mendorong SNI masuk ke dalam standar internasional, khususnya bagi produk UMKM lokal. Upaya tersebut dijalankan oleh lembaga resmi yang dikenal dengan nama Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Pembentukan BSN berdasarkan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2018, tentang Badan Standardisasi Nasional.
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) ini diberikan tugas untuk merumuskan dan menetapkan SNI serta mengakreditasi Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) melalui Komite Akreditasi Nasional (KAN). LPK inilah yang bertindak melaksanakan fungsi sertifikasi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kerja Sama dan Layanan Informasi BSN Zul Amri menjelaskan setidaknya ada lima jenis SNI yang ditetapkan oleh BSN yaitu produk, sistem, proses, jasa, dan personel.
Pada dasarnya penerapan SNI itu bersifat sukarela sampai ada peraturan pemerintah yang mewajibkan penerapan SNI tersebut. Nah, BSN sendiri tidak memiliki wewenang untuk mewajibkan penerapan suatu SNI.
Hingga Januari 2021, BSN telah menetapkan 13.518 SNI dengan jumlah SNI aktif sebanyak 11.208 SNI. Dari jumlah itu, sebanyak 246 SNI sudah diwajibkan oleh regulator.
“Hingga Agustus 2020 kemarin sudah ada total 238 SNI yang diwajibkan penerapannya,” katanya dikutip dari website resmi BSN, Senin, 17 Mei 2021.
Ia menjelaskan terdapat 261 skema atau tata cara sertifikasi untuk SNI. Per Maret 2021, Komite Akreditasi Nasional (KAN) telah mengakreditasi sejumlah 2.390 LPK, yang terdiri dari laboratorium, lembaga sertifikasi, dan lembaga inspeksi.
“BSN juga aktif mendukung kebijakan dan program strategis pemerintah diantaranya adalah SNI Pasar Rakyat, SNI Baterai Mobil Listrik, Penerapan SNI pada UMKM, Penerapan SVLK, Pengembangan SNI Pangan Organik, Standar Jasa Pariwisata, Standar Nano Teknologi, Penerapan SNI Mainan Anak, Penerapan Produk SNI Keramik, Pengembangan SNI Halal, Penerapan SNI tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan SNI Manajemen Resiko serta Penetapan SNI yang terkait produk penanganan covid-19,” terangnya.
Adapun BSN berperan layaknya focal point organisasi standar dunia, seperti ISO, IEC, CODEX, juga BIPM. Kerja sama internasional yang dimiliki BSN dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing UMKM.
Misalnya untuk ekspor produk dalam negeri, BSN mengupayakan beberapa SNI diadopsi menjadi standar internasional. Seperti SNI mi Instan oleh Codex, SNI Tempe Kedelai, Tepung Sagu, Lada Hitam, Lada Putih, Pala, dan Bawang Merah.
Demi mendorong SNI di tingkat usaha mikro, BSN melakukan pembinaan terhadap 657 UKM sejak 2015 melalui Kantor Layanan Teknis (KLT) yang tersebar di lima wilayah yaitu KLT Makassar, Bandung, Riau, Palembang, dan Surabaya.
Untuk di wilayah Jawa Timur saja, BSN melakukan pembinaan terhadap 15 UKM. Dari jumlah tersebut, sebanyak lima UKM berhasil meraih SNI yakni CV Bolu Ketan Mendut (Biskuit), CV Armet Agro (Sari Buah mengkudu), Bala Aditi Pakuaty (Keripik tempe), TEDDY NEM FAMILY (Air Mineral), Kampoeng Coklat (Kakao bubuk).
Bahkan Bolu Ketan Mendut asal Sidoarjo Jawa Timur berhasil menembus ekspor perdana ke Hong Kong setelah memenuhi persyaratan dari pembeli luar negeri. UKM ini meraih sertifikasi HACCP dan sertifikasi SNI 2973:2011 (biskuit).
Pemilik CV Bolu Ketan Mendut Jalian Setiarsa menyebut sertifikasi SNI merupakan cara ampuh bagi UMKM dalam menembus pasar luar negeri. Dengan mengantongi sertifikat HACCP, konsumen global lebih percaya akan jaminan produknya yang aman dan bermutu.
Hal tersebut tercermin dari penjualan brownies ketan crunchy yang meningkat ke beberapa negara seperti Hong Kong, Australia, Turki, dan Singapura.
“Saya sekarang mengerti dan paham bagaimana mengolah dan memproduksi makanan olahan yang baik setelah menerapkan HACCP dan SNI sehingga produk kami konsisten baik mutu, rasa, maupun keamanannya,” ungkap Jalian.
Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN Zakiyah menambahkan program pembinaan UMKM merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Namun dalam melakukan pembinaan, BSN tidak bekerja sendirian alias menggandeng kementerian/lembaga dan beberapa industri penerap SNI lainnya seperti PT Petrokimia Gresik, PT Pertamina Lubricants, hingga PT Pupuk Kujang.
Ia mencontohkan UD Vatur Jaya dan UD Zulpah Batik Madura merupakan hasil binaan kerja sama antara BSN dengan PT Petrokimia Gresik. Kedua UKM ini berhasil meraih SPPT SNI berdasarkan SNI 8302:2016 (batik tulis-kain-ciri, syarat mutu, dan metode uji).
Kemudian Pempek Honey dan Pempek Lenggok/Beringin asal Palembang berhasil mengirim 13 kontainer ke Malaysia melalui jaringan pemasaran atau pengusaha anggota Malindo Business Cultural Center (MBCC).
UKM ini meraih SNI 7661:2013 (Pempek Ikan Rebus Beku) dan HACCP berkat kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatra Selatan, Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Palembang, BPOM Palembang, LPPOM MUI Sumatera Selatan, LSPro BBP2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, serta Komite Ekonomi Kreatif Kota Palembang.
“Disepakati mulai 2020 akan dikirim 13 kontainer pempek. Tidak hanya menerapkan SNI, Pempek Honey juga sudah tersertifikasi halal, dan HACCP,” ungkap Zakiyah dalam keterangan resmi.
SNI lindungi UMKM dari serbuan produk asing
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan kemampuan UMKM dalam menerapkan SNI tak hanya mampu membawa produk lokal menembus pasar ekspor. Namun terbukti efektif dalam menekan impor produk asing.
Karena itu, pihaknya terus memfasilitasi sertifikasi SNI dan sertifikasi lainnya terhadap 12.985 KUMKM di Indonesia. Sertifikasi itu meliputi Hak Merek dan Cipta Halal, Standar ISO, SNI dan sertifikasi untuk persiapan rantai pasok global (BRC Global Standards, FSSC, HACCP, ISO 22000, USDA Organic, dan EU organic).
Kemudian fasilitasi pendampingan penerapan SNI kepada lima pelaku koperasi dan UKM pada 2020 yaitu CV Putra Rhodas Mandiri di Kabupaten Sukabumi (Cangkul), Koperasi Industri Kerajinan Rakyat, Industri Pande Besi dan Las (Kopinkra 18) di Kabupaten Klaten (Cangkul), Koperasi Produsen Angudi Logam Abadi di Kabupaten Tulungagung (Cangkul), UKM Gunung Kokosan NF Kabupaten Tasikmalaya (Air Minum Dalam Kemasan/AMDK), serta UKM Ananda di Kabupaten Pekalongan (Air Minum Dalam Kemasan/AMDK).
“Kami berharap dapat bersinergi dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) di 2021 untuk mewujudkan strategi pengembangan UMKM berbasis kawasan dan penerapan factory sharing atau rumah produksi bersama dengan teknologi modern untuk penerapan SNI,” ungkap Teten dalam sebuah webinar di Jakarta.
Selain mendorong pemahaman legalitas produk, pemerintah melakukan mitigasi terhadap aktivitas perdagangan crossborder yang menjadi ancaman bagi UMKM dan produk lokal.
Kemenkop UKM juga berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengecek kepatuhan seluruh penyedia marketplace terhadap ketentuan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang berlaku.
Sebelumnya, perlindungan pemerintah terhadap UMKM juga telah dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019, yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari USD75 menjadi USD3. Barang impor di atas USD3 dikenai tarif pajak sebesar 17,5 persen yang terdiri dari bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, dan PPh nol persen.
Berbagai program demi meningkatkan akses pasar UMKM pun ditingkatkan antara lain Program Bangga Buatan Indonesia, lalu mengalokasian 40 persen belanja barang dan jasa K/L dan pemerintah daerah kepada UMKM, serta mengalokasikan pengadaan barang dan jasa BUMN kepada UMKM.
“Kemenkop UKM juga memperkuat daya saing UMKM melalui program inkubasi, pelatihan, dan pendampingan. Antara lain melalui LLP-KUKM (Smesco Indonesia) bekerja sama dengan APINDO UMKM Akademi dalam bentuk pelatihan dan pendampingan tenaga profesional kepada UMKM,” pungkas Teten.
Sumber : Medcom
Artikel ini telah ditayangkan di :
https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/gNQ89n5K-mengubah-wajah-umkm-lokal-berstandar-global?utm_source=desktop&utm_medium=terbaru&utm_campaign=WP