Uni Eropa baru-baru ini menandatangani kontrak dengan European Forest Institute untuk melaksanakan proyek baru senilai EUR 5 juta (atau 86 miliar rupiah) berjudul “Forest Law Enforcement, Governance and Trade in ASEAN” (Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan bidang Kehutanan di ASEAN). Selama tiga tahun ke depan, proyek ini akan mendukung negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, untuk mengurangi pembalakan liar dengan memperkuat pengelolaan hutan yang legal dan berkelanjutan, meningkatkan tata kelola dan mempromosikan perdagangan kayu yang diproduksi secara legal.
Uni Eropa baru-baru ini menandatangani kontrak dengan European Forest Institute untuk melaksanakan proyek baru senilai EUR 5 juta (atau 86 miliar rupiah) berjudul “Forest Law Enforcement, Governance and Trade in ASEAN” (Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan bidang Kehutanan di ASEAN). Selama tiga tahun ke depan, proyek ini akan mendukung negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, untuk mengurangi pembalakan liar dengan memperkuat pengelolaan hutan yang legal dan berkelanjutan, meningkatkan tata kelola dan mempromosikan perdagangan kayu yang diproduksi secara legal.
Pada November 2016, Indonesia mengukir sejarah dengan menjadi negara mitra Kesepakatan Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement/ VPA) pertama di dunia yang menerbitkan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) untuk kayu dan produk kayu yang diekspor ke pasar Uni Eropa. Ini adalah elemen penting dari Rencana Aksi FLEGT, yang dibuat pada tahun 2003 serta bertujuan untuk mengurangi pembalakan liar dan memastikan bahwa hanya kayu yang dipanen secara legal yang diimpor ke Uni Eropa dari negara-negara mitra.
“Melihat kemajuan luar biasa yang dicapai di Indonesia sejak 2016, Uni Eropa bangga dapat terus bekerja sama dengan Indonesia untuk memperkuat sistem yang telah kita bangun bersama serta adanya dialog dan koordinasi dengan negara-negara di kawasan ASEAN. Legalitas kayu tetap menjadi kebijakan utama Uni Eropa untuk memastikan perdagangan yang adil, pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan perlindungan keanekaragaman hayati. Bersama-sama kita dapat memastikan bahwa para pemangku kepentingan mendapatkan manfaat dari sistem perizinan ini, sambil terus memastikan perlindungan keanekaragaman hayati,” kata Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia.
Hasil yang dicapai Indonesia pada tahun 2019 antara lain:
- Meningkatnya pengakuan global atas skema jaminan legalitas kayu Indonesia, yaitu Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, atau SVLK.
- Indonesia mengekspor produk kayu berlisensi SVLK ke 191 negara, termasuk Negara-negara Anggota Uni Eropa.
- 4.491 usaha dan industri berbasis hutan dan 29,96 juta hektar hutan produksi telah memiliki sertifikasi SVLK.
- 100% kayu yang dipanen di konsesi hutan alam atau dari konsesi hutan tanaman telah memiliki sertifikasi SVLK.
Pada tahun 2019, Indonesia mengekspor produk kayu berlisensi FLEGT senilai EUR 964 juta (9% dari total ekspor produk kayu Indonesia) ke Uni Eropa, dengan berat total 746.296 ton.
Proyek baru ini akan meningkatkan dan menunjukkan pelaksanaan tata kelola hutan yang baik, pemantauan dan pengelolaan hutan berkelanjutan di ASEAN. Proyek ini juga akan mendukung koordinasi dan pertukaran tingkat regional, serta proses dan reformasi FLEGT di Negara-negara Anggota ASEAN.
LATAR BELAKANG
Meskipun hutan tropis hanya mencakup sekitar 7% dari permukaan bumi, hutan tropis adalah rumah bagi hampir dua pertiga spesies tumbuhan dan hewan dunia, dan menyimpan 68% cadangan karbon terestrial global. Asia Tenggara memiliki 15% hutan tropis dunia dan memiliki setidaknya empat dari 25 hotspot keanekaragaman hayati yang penting secara global. Hutan adalah sumber utama mata pencaharian, ketahanan pangan dan bahan produksi untuk banyak warga dari 650 juta penduduk di Asia Tenggara. Jika dikelola secara berkelanjutan, hutan tropis berkontribusi pada stabilitas lingkungan, pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan inklusi sosial warga miskin. Namun dalam hal hilangnya keanekaragaman hayati, kawasan ini termasuk berada pada tingkat yang parah.
Sebagai tanggapan atas tantangan ini, Rencana Aksi FLEGT Uni Eropa bertujuan untuk mengurangi pembalakan liar dan perdagangan produk kayu terkait. Pelaksanaan inisiatif Uni Eropa ini telah menghasilkan momentum yang sangat positif, khususnya di Asia Tenggara, di mana delapan Negara Anggota ASEAN saat ini terlibat dalam dialog terkait FLEGT pada berbagai tingkat. Program dukungan regional FLEGT juga berkontribusi dalam menghasilkan momentum ini, sehingga menghasilkan Rencana Kerja FLEG ASEAN khusus untuk 2016-2025.
Terkait dengan tujuan utama program untuk meningkatkan dan menunjukkan pelaksanaan tata kelola hutan yang baik, pemantauan dan pengelolaan hutan berkelanjutan di Negara-negara Anggota ASEAN dan kawasan Asia, maka terdapat tiga komponen yang saling terkait dari program ini dan bertujuan untuk:
- Meningkatkan keberlanjutan dan legalitas kegiatan sektor kehutanan di negara-negara FLEGT VPA. Saat ini negara-negara tersebut adalah Indonesia dan Vietnam; sedangkan negosiasi sedang berlangsung dengan Laos, Malaysia dan Thailand.
- Memperkuat dialog regional tentang implementasi Rencana Aksi FLEGT Uni Eropa
- Meningkatkan kesadaran tentang lanskap berkelanjutan dan praktik terbaik
Uni Eropa dan ASEAN memulai hubungan formal pada tahun 1977. Uni Eropa dan ASEAN terus meningkatkan kemitraan untuk mengatasi tantangan global dan bekerja sama untuk memperkuat tatanan internasional berbasis aturan dan multilateralisme. Uni Eropa adalah mitra nomor satu ASEAN dalam kerja sama pembangunan dengan menyalurkan hibah senilai lebih dari € 250 juta dalam tujuh tahun terakhir dengan tujuan untuk memperkuat integrasi regional dan mendukung Sekretariat ASEAN. Ini merupakan tambahan disamping bantuan bilateral senilai € 2 miliar untuk Negara-negara Anggota ASEAN.
Info lebih lanjut
FLEGT – https://europa.eu/!bY84yP
Factsheet on EU-ASEAN relations – https://europa.eu/!uQ47XJ
Connecting Europe and Asia: The EU Strategy – https://europa.eu/!JM73qu
European Green Deal – https://europa.eu/!Tr74bn